Penulis: Emilya Kusnaidi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 5 Februari 2015
Tebal: 280 hlm.
ISBN: 9786020312781
Sinopsis:
Her life was almost perfect. Pekerjaan sebagai editor di majalah fashion ternama, rekan kerja yang baik hati meskipun doyan gosip, serta dua sahabat cowok yang selalu ada ketika dibutuhkan. So what a girl could ask for more? Well, please underline the ‘almost’ part.
Audrey ‘Dre’ Kahono jatuh cinta setengah mati dengan Eren, sahabatnya—namun nggak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan hal itu. Sebuah pengakuan mendadak dari Eren membuatnya terseret dalam insiden penuh kesialan yang berujung pada serentetan drama baru; pertemuan tanpa sengaja dengan Austin yang moody setengah mati, insiden di pelataran parkir, dan belum lagi soal liburan ke Bintan yang mendadak namun berakhir mengejutkan!
Austin yang persisten mendekati Dre membuat Dre kesal tapi lama-lama suka. Nah, masalahnya, ketika Dre mulai dekat degan cowok lain, Eren malah kelihatan uring-uringan. Belum lagi drama antara Dre dan Eren berakhir, Austin malah menambah drama baru dalam hidupnya...
Bagi seorang Audrey ‘Dre’ Kahono, hidup barangkali sudah mendekati sempurna; bekerja di bidang yang ia sukai, punya rekan kerja yang menyenangkan, hingga sahabat-sahabat yang selalu hadir untuknya. Yang dirasa mungkin cuma satu: kekasih yang mau mencintai dirinya dengan tulus dan apa adanya—hasek. Masalahnya, orang yang Dre cintai diam-diam, yang ia harapkan untuk membalas perasaannya, tak lain sahabat karibnya sendiri.
Dre, Tara, dan Eren (dua nama yang disebutkan terakhir itu cowok, by the way) sudah bersahabat sejak SMA. Kurang lebih sepuluh tahun mereka menjalin persahabatan. Selama itu pula Dre memendam perasaannya kepada Eren. Sayangnya Eren adalah pria paling tidak peka yang pernah hidup di muka bumi ini. Ia tak pernah membaca gelagat Dre yang tiba-tiba berubah menjadi lebih kalem, lebih manis, lengkap dengan ekspresi minta disayang-sayang saat mereka sedang bersama. Tara, si playboy kelas kakap, yang selalu menjadi tempat curahan hati Dre, kerap menghadiahi cewek itu dengan khotbah panjang lebar tentang keberanian mengungkapkan perasaan dan segala macam. Cuma, ya itu, Dre khawatir bila perasaannya tak berbalas, malah akan membuat perhabatan mereka menjadi canggung. Alhasil Dre cuma bisa gigit jari bila melihat Eren berpacaran dengan orang lain.
Tapi toh khotbah Tara manjur juga. Dre membulatkan tekad untuk mengungkapkan perasaannya kepada Eren pada acara soft opening Castello milik Tara. Tapi alih-alih mengungkapkan perasaannya, Dre malah harus menelan pil pahit. Malam itu, Eren dengan penuh antusias menceritakan rencananya melamar Ayuna, mantan pacarnya yang kini menetap di New York. Dada Dre sesak oleh apa yang ia dengar. Sesak dalam artian sebenarnya. Asmanya kambuh. Dre kemudian kabur dengan menggandeng lengan Tara sebab ia merasa butuh seseorang untuk menemaninya menanggung badai yang baru saja menghantam hatinya (wiiih). Dalam kepanikannya, Dre justru menggaet orang lain: Austin Cheo. Itulah awal pertemuan Tara dengan Austin.
Bukan awal pertemuan yang baik, sebetulnya. Austin bukan pria yang gampang beramah-tamah. Apalagi malam itu Dre sukses menciderai hidung Austin (LOL). Seolah sudah ditakdirkan, mereka dipertemukan kembali untuk urusan pekerjaan—pertemuan yang lagi-lagi diwarnai adu argumen. Singkat cerita, Austin mulai menaruh hati pada Dre yang sama keras kepalanya dengan dirinya. Dre? Hmph. Boro-boro suka, yang ada ia malah merasa terganggu oleh kehadiran Austin. Ditambah lagi, Dre masih galau akibat kasus Eren di Castello tempo hari. Omong-omong, Eren nggak ngeh tuh, biar kata hati Dre hancur remuk redam, sampai-sampai ia nggak masuk kantor dua hari.
“Dre, deep down you already know the truth. You should let him go.”
(Tara ke Dre, hlm. 68)
Kegigihan Austin untuk merebut hati Dre ternyata tak sia-sia. Benteng yang dibangun Dre mulai runtuh. Tapi mengapa Eren malah uring-uringan ketika melihat kedekatan antara Dre dan Austin? Lantas bagaimana dengan Tara? Bukankah dialah yang selalu ada saat Dre butuh bahu untuk bersandar? Baca kisah lengkapnya dalam Romansick, karya Emilya Kusnaidi.
Romansick adalah karya perdana dari seorang wanita muda yang berprofesi sebagai dokter, Emilya Kusnaidi. Gaya berceritanya mengingatkan saya pada dua penulis favorit saya—Ika Natassa dan Christian Simamora—yang mana memiliki gaya bercerita yang mengalir, witty, dan terkadang ngajak merenung. Itulah mengapa saya sangat menikmati membaca novel ini. Sekadar info, novel ini memiliki gaya bahasa gado-gado antara Indonesia dan Inggris, yang mungkin bukan cangkir teh sebagain orang. Beruntunglah saya yang termasuk pembaca yang nggak terlalu mempermasalahkan gaya bahasa gado-gado semacam itu.
Jujur, saya merasa terkecoh ketika berusaha menebak ke mana arah perkembangan cerita. Kalau membaca sinopsisnya, saya pikir novel ini tentang sahabat jadi cinta. Well, nggak sepenuhnya salah sih. Saya suka mengenai perkembangan cerita yang di luar dugaan saya itu. Ditambah lagi, drama yang muncul di kala Dre telah memantapkan hatinya kepada salah satu pria, benar-benar berhasil membuat emosi saya jungkir-balik.
Bicara soal kekurangan, kabarnya ada beberapa penggunaan grammar yang sedikit meleset. Namun hal itu tak sampai menggangu saya. Yang saya rasa mengganggu justru saat penulis berkali-kali menjelek-jelekkan sinetron. Bukannya saya membela sinetron atau apa. Saya sendiri jarang nonton tv dan lebih suka ngabisin kuota internet buat nonton youtube. Begini, penulis bilang kalau sinetron tidak berbobot (uhm, saya juga belum nemu sinetron yang berbobot sih #plak), tokoh utamanya selalu tertindas (padahal banyak juga novel-novel bagus yang tokoh utamanya tertindas), tokoh utamanya sakit-sakitan (yeee, itu Dre asmanya kumat gitu waktu Eren cerita mau ngelamar Ayuna, apa nggak sinetron banget?). Kemudian ada adegan marah-marahan sambil hujan-hujanan. Ini juga sinetron banget, sebenarnya (tapi saya suka, LOL). Saya nggak ada masalah dengan selera penulis yang nggak suka sinetron, tapi kalau diulang-ulang terus, ya gerah juga dengernya. *ambil kipas angin*
Terlepas dari hal-hal yang saya anggap mengganggu di atas, novel ini asyik banget. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya suka sekali dengan gaya bercerita penulis. Ceritanya ringan, bahasanya nge-pop, namun konfliknya cukup berhasil mengaduk-aduk emosi. Chemistry antara Dre dan ‘orang itu’ juga dapet banget. Pada akhirnya, saya mendukung agar mereka jadian, meskipun tadinya saya berpikir sebaiknya Dre jadian dengan tokoh lain. Satu lagi, novel ini punya cover yang kece badai!
Setelah membaca Romansick, saya sangat optimis bahwa penulis mampu menghasilkan karya metropop yang tak kalah menarik di masa yang akan datang. Hingga saat itu tiba, saya akan setia menanti. :)
akkkk dari dulu mau baca belum kesampaian, ditambah baca reviewmu jadi ngebet banget *cari pinjaman atau buntelan* =))
BalasHapusAku yakin kamu bakalan suka buku ini, Lis. :)
Hapus