Selama ini saya tahunya alur dalam sebuah cerita itu ada tiga: alur maju, alur mundur, dan alur campuran alias maju-mundur cantik. #PLAKS (Uhuk. Maaf, lagi nggak fokus. *melirik The Maze Runner yang belum kelar dibaca padahal besok rencananya mau posting bareng tema adaptasi*). Halah, malah curcol. Oke, balik ke bahasan soal alur cerita. Mungkin karena waktu ibu guru mengajar soal alur saya malah asyik main gimbot (ampun deh, jadul sekali saya ini), jadi saya nangkapnya jenis-jenis alur ya cuma tiga biji itu.
Tapi kayaknya saya keliru deh. Alur cerita ternyata nggak hanya tiga jenis. Menurut sumber ini, jenis-jenis alur ada banyak macamnya. Saya kutip ya:
Alur maju atau progresif: Pengungkapan cerita lebih dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini ke masa yang akan datang.
Sorot balik atau regresif: Pengungkapan cerita dari sudut peristiwa peristiwa yang terjadi sebelumnya atau masa lampau ke masa kini.
Alur campuran: Pengungkapan cerita kadang-kadang dijalin atas peristiwa yang terjadi pada masa kini dan masa lampau.
Alur erat: Hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya organic sekali. Tidak ada satu peristiwa pun yang dapat dihilangkan.
Alur longgar (wow ada alur longgar): Dalam alur longgar hubungan antara peristiwa tidak sepadu sehingga ada kemungkinan untuk menghilangkan salah satu peristiwa, tanpa merusak keutuhan cerita.
Alur tunggal: Hanya menceritakan satu episode kehidupan.
Alur ganda: Menceritakan lebih dari satu kehidupan.
Alur menanjak: Jalan cerita terus menaik, tanpa turun, tanpa ada peleraian sampai puncak penyelesaian cerita.
Nah loh, ternyata nggak hanya tiga, tapi buanyak. Dalam postingan ini, saya hanya akan membahas secara singkat tiga jenis alur yang familiar bagi saya yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran.
Saya lumayan familiar dengan cerita beralur maju atau progresif. Ceritanya jelas dimulai dari A, kemudian mulai memanas ke B, mencapai klimaksnya di D, dan ditutup dengan kesimpulan E. Itu sekadar contoh saja. Alur maju sangat umum dipakai oleh para penulis dalam menuturkan ceritanya, mungkin karena jenis alur ini yang paling mudah digunakan. Sebagian besar buku-buku fiksi yang telah saya baca menggunakan alur ini.
Untuk alur mundur, barangkali ingatan saya yang payah, sebab saya merasa hampir tidak pernah membaca cerita fiksi dengan alur mundur. Sepengetahuan saya (cmiiw), alur mundur dimulai dengan klimaks cerita, kemudian mundur ke belakang, menceritakan apa-apa saja yang menjadi penyebab terjadinya klimaks di awal tadi, lalu diakhiri dengan konklusi atau penutup. Kalau dalam novel, saya akui memang jarang sekali saya temui alur seperti ini. Tapi di film atau serial tv, saya cukup sering menemuinya. Salah satu serial tv yang ceritanya menggunakan alur mundur adalah Damages (2007-2012), sebuah tayangan bergenre crime yang dibintangi oleh Glenn Close dan Rose Byrne. Dalam setiap episode Damages selalu dimulai dengan adegan menegangkan yang belakangan diketahui ternyata adalah adegan klimaks sebelum menuju ending. Kemudian cerita mundur ke bagian awal, di mana ketika semua baik-baik saja. Saya pun dibuat penasaran. “Gimana ceritanya si anu bisa mati? Kenapa si tokoh utama berdarah-darah? Diakah yang membunuh si anu? Atau dia dijebak?”
Saya berpendapat, cerita dengan alur mundur ini membutuhkan kepiawaian si penulis skenario, sehingga meskipun penonton telah mengetahui ending ceritanya di awal, namun mereka akan terus merasa penasaran dan tetap setia mengikuti ceritanya hingga selesai. Saya pikir hal yang sama berlaku juga untuk cerita dalam novel/cerpen. Barangkali itulah yang menyebabkan mengapa jarang ditemui novel dengan alur mundur: nggak mudah untuk menggarapnya. Tapi sekali lagi, ini cuma pendapat pribadi. Mungkin sayanya yang kurang update mengenai novel-novel dengan alur mundur.
Alur yang terakhir, yaitu alur maju-mundur cantik #WOY!!!—oke, maksud saya alur campuran. Alur ini ceritanya bergerak maju, namun diselingi adegan-adegan dari masa lalu (misal: beberapa jam/hari/minggu/bulan/tahun sebelumnya), lalu kembali lagi ke masa kini, lalu mundur lagi ke masa lalu, balik lagi ke masa kini, begitu terus kayak maju-mundur cantiknya Syahrini. #cukupPancukup. Untuk alur campuran ini saya lumayan sering menemuinya dalam novel-novel. Misalnya di Daisyflo karya Yennie Hardiwidjaja dan CoupL(ov)e karya Rhein Fathia. Cerita dengan alur campuran membutuhkan ketelitian dari penulis agar pembaca tidak bingung. Ada loh, penulis yang tidak memberikan deskripsi secara jelas apakah adegan dalam cerita yang ditulisnya terjadi di masa kini atau di masa lalu, sehingga berpotensi membuat pembaca merasa jengkel, terutama yang otaknya pas-pasan macam saya. ._.
Saya adalah pembaca yang menyukai semua jenis alur cerita. Namun khusus untuk cerita yang memiliki alur mundur dan alur campuran, sepanjang digarap dengan baik, pasti akan mendapat tempat yang berkesan di hati ini. #tsaaah
Kamu sendiri, suka cerita dengan alur yang bagaimana? Punya rekomendasi bacaan beralur mundur atau campuran? Mari sini sharing sama saya. :)
Bagus ulasannya mbak.., aku jadi terinspirasi untuk menulis dengan alur apa. Tapi biasanya aku dalam menulis novel alurnya campuran. Karena itu asik banget. mayoritas maju, tapi diselingi dengan ingatan-ingatan sebelumnya. ^^
BalasHapusSalam kenal... ^^
Salam kenal. Ditunggu novel terbarunya. :)
HapusThe Night Circus, alur maju mundur dengan banyak karakter, itu novel yg paling susah saya pahami.
BalasHapusBelum pernah baca. T.T
HapusSepertinya menantang ya, bukunya. Segera masukin wish-list.
Kebanyakan klo teenlit seringnya alur maju, kang. Tapi klo romance adult ada yang campuran. Aku suka semuanya asal penulis bisa bikin pembaca penasaran sampai akhir.
BalasHapusBener banget, Ky. Sepanjang bukunya ditulis dgn baik, alur bagaimanapun gak jadi soal.
HapusAku suka alur yang maju, trus maju, Cantik *kedip
BalasHapusWakakaka. Biar ada jurang di depan pokoknya maju terus cantik ya, KangDi. #plaks
Hapus