TRAVE(LOVE)ING by Roy Saputra, Mia Haryono, Grahita Primasari, Dendi Riandi
Penerbit: Gradien Mediatama
Tahun Terbit: 2012
Tebal: 256 hlm.
Sinopsis:
Traveling + Broken/Move On = Trave(Love)ing
Empat sahabat terdampar di tempat yang berbeda untuk satu alasan yang sama: Mengobati patah hati. Dendi, berjuang mengejar seseorang sampai ke Bangkok demi sepotong hati yang baru. Selama di Bali, Grahita berusaha mengikis kenangan akan seseorang yang ia beri nama Mr. Kopi. Dalam balutan abaya yang elegan, Mia berkontemplasi sepanjang gurun di Dubai. Sementara, Roy malah terjebak masa lalu saat ingin menonton kesebelasan pujaannya, Liverpool, beraksi di Kuala Lumpur.
Satu per satu mereka bertutur dengan jujur tentang perjalanan cintanya yang dibungkus keseruan traveling. Cerita keempat anak manusia ini terkait saat bertemu tak sengaja, atau bercakap lewat berbagai media. Temukan akhir kisahnya, sambil menikmati pemandangan khas Ubud, hebohnya naik tuk-tuk, syahdunya kuil di Batu Cave, serta megahnya Burj Khalifa!
Buku ini berisi gabungan cerita, secara selang-seling, dari empat penulis yang memutuskan untuk traveling dalam rangka menata hati untuk bisa... move on. Pikiran pertama saya adalah, "Ah, move on mah alasan doang, bilang aja kepingin jalan-jalan.” Ya habisnya emang nggak ada ya, cara yang lebih murah untuk move on? Kalau memang demikian, maka sungguh mahal sekali biaya untuk move on ya? Sayangnya saya bukan orang berduit, sehingga setiap mengalami patah hati tidak langsung secara impulsif memutuskan untuk ke Jerman, misalnya (soalnya saya kepingin banget ke sana, hehe).
Kembali ke bukunya. Dendi, Grahita, Mia, dan Roy, awalnya menjadi dekat setelah sering berbalas-balasan pantun berhasa Inggris di twitter dengan tagar #ryme. Keempatnya juga punya cerita untuk dibagi kepada pembaca. Sebuah cerita tentang perjalanan dalam rangka menyembuhkan hati yang luka (eaaah). Jadi mari kita anggap bahwa yang mereka ceritakan dalam buku ini adalah kisah nyata, alias based on true story.
Dimulai dengan Dendi, yang bertemu dengan seseorang saat sedang berusaha melupakan seseorang (kalimatnya ribet banget nih). Ceritanya, ia sedang berada di Singapura lalu secara tak terduga bertemu dengan seorang perempuan Indonesia, yang kemudian menjelaskan kepadanya makna puisi yang terukir di patung Merlion yang menjadi lambang negara Singapura. Dendi tak menyangka bahwa pertemuan singkat dengan perempuan tersebut membawa kesan yang dalam baginya, dan membuatnya mengambil keputusan nekad, yaitu mengejar cewek itu hingga ke Thailand. Er... I made this sounds creepy, padahal harusnya romantis lho. *garuk ketek*
Grahita, melakukan traveling ke Bali dengan niat untuk bersenang-senang. Tapi ternyata itu keputusan terbego yang pernah ia lakukan. Soalnya selama di Bali ia galau-segalau-galaunya. Ia terus-menerus teringat kepada sang mantan yang dia juluki Mr. Kopi. Bagian begonya di mana? Jeng-jeng-jeng! Mr. Kopi adalah orang Bali. -_- *tepok jidat* *jidatnya Grahita*
Mia melakukan perjalanan terjauh di antara keempat temanya: Dubai! Wohoo! Gila ya, Dubai, Saudara-Saudara! Tapi tenang... jangan sirik dulu. Dese ke sana dalam rangka urusan kantor kok. Segalanya dibiayai kantor (eh, ini bukannya malah makin bikin sirik ya?). Nah, mumpung lagi di Dubai, kenapa juga harus mikirin mantan, ya kan? Tapi samalah si Mia ini dengan Grahita. Sama-sama justru mikirin mantan. *again, tepok jidat*
Dan terakhir, Roy. Begitu mendengar tim sepakbola favoritnya akan mengadakan pertandingan persahabatan di Malaysia, doi dengan semangat 45 memutuskan untuk capcus ke sana. Sebelas-duabelas dengan Grahita dan Mia, Roy juga tak bisa lepas dari bayang-bayang sang mantan. *tepok jidat lagi*
See? Alesan banget kan? Jalan-jalan. Untuk. Move on. Saya percaya kok. Beneran. *muka serius*
Karena ditulis oleh empat orang, maka kita akan menemui empet gaya tulisan yang berbeda. Keempatnya menulis dengan baik menurut saya, mereka juga kerap menyelipkan humor yang mampu mengundang senyum. Namun di antara keempatnya, saya menulis Mia Haryono-lah yang mencuri perhatian saya. Tulisannya sangat mengalir. Dari segi cerita memang biasa saja, karena lebih menekankan kepada deskripsi tempat yang dikunjungi, sementara bagian pergulatan batin untuk move on bagi saya terasa sengaja ditambahkan, biar terkesan dramatis. Meski demikian, saya sangat berharap Mia menerbitkan novel dengan mempertahankan gaya menulisnya yang asyik tersebut. Sementara dari segi cerita, kisah Dendi yang mengejar sang cewek adalah yang paling seru. Makanya saya merasa sedikit terganggu ketika kisah Dendi harus distop sementara untuk diselingi oleh cerita tiga penulis lain.
Sejujurnya, saya berusaha untuk menyukai buku ini, tapi apa daya mood sudah keburu ilang setelah mendapati bahwa mereka melakukan traveling karena memang kepingin jalan-jalan (kecuali Mia yang ke Dubai demi urusan kerjaan). Move on dalam kisah ini terasa sebagai tempelan, biar ada unsur dramanya. Tanpa embel-embel move on, buku ini tak berbeda dengan buku-buku traveling lainnya (misalnya The Journeys dan The Naked Traveler). Satu hal yang membuat buku ini lebih menarik adalah adanya sisipan pantun (atau rhyme) dalam bahasa Inggris. Hampir semua pantun yang disisipkan di sini saya suka. Singkat, padat, tepat sasaran. Selebihnya, menurut saya buku ini biasa saja meski tetap layak baca.
Buku
TRAVE(LOVE)ING 2 sudah terbit. Kabarnya lebih banyak lagi tempat wisata yang dikunjungi. Apakah masih dalam rangka
move on? Saya belum tahu. Namun saya tak mau melewatkan kesempatan membaca buku tersebut. Mudah-mudahan lebih menarik.
*Posting bareng BBI Desember kategori LIBURAN.