Judul Buku: Miss Collector
Penulis: Omadi Pamouz
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, September 2011
Tebal: 312 hlm
ISBN-13: 9789792275414
Harga: Rp. 45.000,-
Rating: 3,5/5
Devina mendapatkan tawaran untuk bekerja di sebuah bank besar di Medan. Tergiur dengan tawaran tersebut, ia buru-buru menerimanya, tanpa terlebih dahulu menanyakan posisinya di bank itu. Devina kaget saat mengetahui bahwa dirinya ditempatkan di bagian collection, yang artinya, ia akan bekerja sebagai debt collector. Sial. Padahal Devina tadinya berharap ia akan ditempatkan di posisi yang tugasnya berhadapan langsung dengan nasabah (misalnya sebagai teller) karena menurutnya secara fisik ia memenuhi syarat untuk posisi tersebut. Ia cantik, ber-body yahud (ehem!), dan punya rasa percaya diri tinggi. Devina benar-benar tak menyangka akan menjadi tukang tagih nasabah yang menunggak pembayaran kartu kredit. Karena sudah terlanjur resign dari pekerjaan lamanya, mau tidak mau Devina terpaksa menjalani pekerjaan barunya, dan berniat akan kelaur dari bank itu setelah masa training berakhir.
Devina dibuat pusing oleh pekerjaan barunya. Menghadapi berbagai tipe nasabah yang mangkir dari kewajiban membayar hutang ternyata sangat ribet, tapi juga membuatnya merasa tertantang. Tanpa disadari, wanita itu mulai menyukai pekerjaan barunya, apalagi setelah tahu ada reward besar bagi karyawan yang berhasil mencapai target. Di saat ia mulai menikmati pekerjaannya, berbagai masalah pun datang pun menghampirnya. Mulai dari sang pacar yang selingkuh, nasabah yang menyatakan cinta, sahabat yang memaksa-maksa Devina untuk memasukkannya juga ke bank tempat Devina bekerja, menghadapi nasabah yang datang komplain ke kantor, hingga rekan kerja yang tega menikam dari belakang. Akankah Devina tetap bertahan sebagai debt collector, ataukah ia memutuskan untuk mundur dari pekerjaan yang, di luar dugaan, ternyata dapat membahayakan keselamatannya itu?
Baca kisah selengkapnya dalam novel metropop berjudul Miss Collector karya Omadi Pamouz.
***
Novel ini cukup menarik buat saya, soalnya saya adalah pengguna kartu kredit (syukurlah saya selalu membayar tepat waktu, sehingga tidak pernah ditelepon oleh debt collector). Membaca novel ini dapat menambah pengetahuan kita tentang dua perbankan, khususnya di bidang collection (yang tentunya dihuni oleh para debt collector). Saya jadi ikutan gemas terhadap nasabah yang mangkir dari kewajiban mereka untuk membayar, padahal mereka sudah menikmati fasilitas dari kartu kredit. Para debt collector diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Sebagian besar proses penangihan dilakukan via telepon, di mana hal tersebut benar-benar merepotkan. Mereka harus pintar-pintar mencari cara untuk dapat berkomunikasi dengan nasabah yang menjadi target penagihan. Saya yang tadinya tidak tahu-menahu proses penagihan tersebut, kini mendapatkan pencerahan sehingga dapat berempati kepada mereka yang bekerja sebagai debt collector. Rasanya sulit menjadi mereka, karena kemampuan berkomunikasi yang baik saja ternyata tidak cukup. Amunisi lain yang harus dipersiapkan adalah: 1) muka tebal, 2) kuping anti peluru, dan 3) hati sekuat baja.
Bagaimana dengan plot novel ini? Sebenarnya plotnya simpel, tentang perempuan muda yang berusaha untuk survive di bidang pekerjaan yang penuh dengan tekanan. Sangat menarik mengikuti proses perkembangan Devina di tempat kerjanya. Sebagai pembaca, saya bisa memetik hikmah dari setiap proses yang harus dijalani Devina. Nah, itu cerita intinya. Agar tidak bosan, menulis memasukkan unsur romance di dalamnya, yaitu Zaki, salah satu nasabah yang harus ditagih oleh Devina. Devina yang baru saja putus dengan pacarnya tak lantas langsung klepek-klepek terdahap pesona Zaki. Apalagi proses pertemuan mereka bisa dibilang tidak menyenangkan. Lagipula, meski pria itu kaya, kok bisa sih menunggak tagihan kartu kredit? Kenapa?
Sayang sekali unsur romance dalam novel ini tak mampu membuat saya 'menggelepar bahagia'. Rasanya biasa-biasa saja. Nilai lebihnya, berbagai konflik tambahan dalam novel ini sedikit mengalihkan perhatian saya pada unsur romance yang dirasa kurang tersebut. Misalnya konflik antara Devina dan Maya, sahabatnya. Bagaimanapun, jujur itu lebih baik, ketimbang berdusta. Hal lain yang cukup menghibur adalah menyaksikan Devina mendatangi nasabah. Perlu dicatat: debt collector pun memiliki job description masing-masing. Tugas utama Devina sebenarnya menagih lewat telepon, bukan mendatangi nasabah langsung, sebab sudah ada orang lain yang ditugaskan untuk itu. Tapi demi mencapai target, Devina nekat mendatangi nasabah. Hasilnya, berbagai hal konyol pun dialami perempuan itu.
Oh ya, baru kali ini saya membaca novel metropop yang setting-nya di Medan. Tentunya dialog-dialog khas Medan akan banyak ditemui dalam novel ini. Seperti yang kita ketahui, percakapan orang Medan umumnya terkesan kasar, padahal sebenarnya hal itu wajar dan biasa-biasa saja menurut masyarakat di sana. Jadi, jangan kaget ya kalau selama membaca novel ini, kamu mungkin menemukan dialog yang berpotensi bikin elus-elus dada, atau ejekan yang nyangkut-nyangkut ke masalah fisik. Hehe.
Kalau ditanya tokoh siapa yang saya sukai dalam novel ini, masa saya tak ragu akan menjawab: Devina. Wanita ini memang cantik, bohay (aww), dan pedenya selangit (walau kadang overpedenya itu ngeselin). Dan Maya juga. Meski gendut, gadis ini kayaknya sudah kebal dengan berbagi ejekan yang ditujukan kepadanya. Meski kerap mengaku iri pada tubuh sempurna Devina, perempuan tambun ini justru memiliki kepercayaan diri yang mampu menyamai Devina. Misalnya: ia berani joget-joget di depan cowok ganteng, atau tanpa ragu berkenalan dengan cowok itu, meski sudah orang lain melarang. "Siapa tahu jodoh," ucapnya santai. Menyaksikan tingkah Maya, saya hanya bisa tersenyum penuh rasa kagum.
Terlepas dari unsur romance yang kurang menggigit (chemistry antara Devina dan Zaki sangat lemah), akan tetapi novel ini memberi informasi bagus yang menambah wawasan pembaca tentang seluk beluk kartu kredit dan profesi debt collector. Alur ceritanya pun terjaga dengan baik, sehingga saya tidak merasa bosan saat membaca. Unsur humor dalam novel ini begitu kental, walau belum mampu membuat saya tertawa terbahak-bahak. Tapi, hei, ini kan bukan novel komedi.
Pertanyaan saya, "adakah di antara pembaca yang berniat menjadi debt collector?" Saya sih, no thank you deh. Haha.