Seri: Harry Potter #1
Penulis: J.K. Rowling
Penerjemah: Listiana Srisanti
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007 (Cetakan XXI)
Tebal: 384 hlm.
ISBN: 9789796558513
Rating: 5/5
Sinopsis:
HARRY POTTER belum pernah jadi bintang tim Quidditch, mencetak angka sambil terbang tinggi naik sapu. Dia tak tahu mantra sama sekali, belum pernah membantu menetaskan naga ataupun memakai Jubah Gaib yang bisa membuatnya tidak kelihatan.
Selama ini dia hidup menderita bersama paman dan bibinya, serta Dudley, anak mereka yang gendut dan manja. Kamar Harry adalah lemari sempit di bawah tangga loteng, dan selama sebelas tahun, belum pernah sekali pun dia merayakan ulang tahun.
Tetapi semua itu berubah dengan datangnya surat misterius yang dibawa oleh burung hantu. Surat yang mengundangnya datang ke tempat luar biasa, tempat yang tak terlupakan bagi Harry--dan siapa saja yang membaca kisahnya. Karena di tempat itu dia tak hanya menemukan teman, olahraga udara, dan sihir dalam segala hal, dari pelajaran sampai makanan, melainkan juga takdirnya untuk menjadi penyihir besar... kalau Harry berhasil selamat berhadapan dengan musuh bebuyutannya.
Harry Potter, yang punya bekas luka berbentuk sambaran kilat di dahinya, adalah anak yang malang—yatim-piatu, tak punya teman, selalu ditindas oleh keluarga Dursley (yang dengan sangat terpaksa membesarkannya, setelah seseorang meninggalkannya di depan pintu keluarga Dursley sewaktu ia masih bayi). Mr. dan Mrs. Dursley sebetulnya adalah paman dan bibi Harry, namun sikap mereka kepada Harry sangat parah. Mereka memaksanya tidur di lemari bawah tangga, menyuruhnya memakai baju-baju bekas anak gendut mereka, Dudley, yang selalu terlihat kebesaran di tubuh kurus Harry. Oh ya, sepupu Harry ini punya geng, dan kegemaran mereka adalah mengerjai Harry.
Menjelang usianya yang kesebelas, Harry Potter menerima surat dari perkamen dan berstempel aneh. Bocah itu bertanya-tanya dalam hati, siapakah yang mengiriminya surat? Ia tak punya teman, juga tak mengenal keluarga lain selain keluarga Dursley dan Mibi Marge (yang sama jahatnya). Namun surat itu direbut oleh Mr. Dursley darinya, sebelum ia sempat membacanya. Sejak saat itu, semakin banyak surat serupa (masih ditujukan kepada Harry) yang berusaha masuk lewat setiap celah rumah keluarga Dursley. Keadaan tersebut membuat Mr. Dursley kalap dan memutuskan untuk membawa kabur keluarganya, termasuk Harry, pergi ke gubuk tua yang berada di atas batu karang di tengah laut entah di mana, dengan harapan agar siapapun yang berusaha mengirimi surat-surat itu tak akan menemukan mereka.
Pada tengah malam tepat saat ulang tahunnya, Harry dikagetkan oleh suara gedoran di pintu gubuk, yang disusul oleh ledakan yang membuat pintu terlepas dari engselnya. Sesosok pria besar nyaris seperti raksasa, bertampang liar dengan brewok lebat, memasuki gubuk itu, mencari Harry. Raksasa yang ternyata ramah (pada Harry, tapi galak pada keluarga Dursley) itu menyerahkan surat yang selama ini tak pernah sampai kepada Harry. Ternyata surat tersebut dari Hogwarts, sekolah sihir yang dulu mendidik ayah dan ibu Harry, yang isinya mengundang Harry untuk bersekolah di sana.
Sejak itu hidup Harry Potter berubah total. Ia ternyata adalah seorang penyihir, sama seperti kedua orang tuanya. Harry Potter kemudian memasuki dunia sihir yang tak tampak oleh mata para muggle (sebutan untuk manusia biasa yang bukan penyihir). Di sana ia mengalami berbagai kejadian ajaib. Kelak ia akan bertemu dengan teman-teman setia, juga seorang rival. Ia akan dididik oleh guru-guru hebat dan seorang kepala sekolah yang aneh tapi ramah; makan makanan yang belum pernah ia cicipi sebelumnya; bermain quidditch (olah raga yang mirip sepak bola, tapi dimainkan di udara dengan menaiki sapu terbang); membantu menetaskan naga ilegal; menyelidiki Hutan Terlarang yang dihuni makhluk-makhluk magis seperti unicorn dan centaurus.
Sekolah Hogwarts sendiri menyimpan misteri yang menarik untuk diselidiki. Sekolah itu luar biasa besar dengan menara-menara tinggi dan pendek, lorong-lorong rahasia, serta tangga-tangga yang tampaknya selalu mengubah arahnya setiap waktu. Yang paling membuat penasaran, salah satu ruangan di Hogwarts sepertinya menyimpan sesuatu yang sangat rahasia dan terlarang, sampai-sampai butuh anjing besar berkepala tiga untuk menjaganya. Mungkinkah yang disimpan di Hogwarts adalah batu bertuah; sebuah batu yang dapat membuat orang hidup abadi? Jika hal itu benar, berarti Voldemort—penyihir jahat yang pernah sangat berkuasa di dunia sihir, sedang mengincar batu tersebut. Voldemort, yang namanya sanggup membuat merinding penyihir manapun, adalah sosok yang membunuh kedua orang tua Harry, juga yang memberi bekas luka berbentuk sambaran kilat di dahi Harry. Jika Voldemort berhasil mendapatkan batu itu, maka tidak diragukan lagi, dunia sihir akan kembali pada masa-masa kegelapan yang dipenuhi ketakutan...
Jujur, buku pertama dari serial Harry Potter yang saya baca bukanlah Harry Potter dan Batu Bertuah, melainkan buku ketiganya, Harry Potter dan Tawanan Azkaban (bacanya sekitar tahun 2001 kalau nggak salah). Sejak membaca buku tersebut, saya jadi penasaran dengan buku pertamanya. Akhirnya saya menemukannya di tempat penyewaan komik. Maklum, waktu itu masih SMP dan belum punya penghasilan sendiri buat beli buku (wew, ketahuan deh sudah tuir).
Saat membaca Harry Potter dan Batu Bertuah untuk pertama kalinya, saya langsung jatuh cinta pada ceritanya, pada cara J.K. Rowling bercerita, pada lelucon-leluconnya yang mengundang senyum. Kini, setelah membaca buku ini untuk kesekian kalinya, sensasinya tetap sama—saya masih terpukau pada daya imajinasi sang penulis. Rasanya tak banyak yang bisa saya review tentang buku ini, mengingat sebagian besar pembaca pasti sudah membacaya, malah mungkin berkali-kali.
Saya cuma akan share sedikit beberapa hal yang menggelitik benak saya setelah membaca ulang buku ini. Pertama, jika dulu Voldemort pernah sedemikian berkuasa dan dengan kemampuan sihir yang menakutkan, mengapa ia hanya mencoba menguasai dunia sihir saja, tidak sekalian dunia muggle? Atau mungkin rencananya seperti itu, kalau saja ia tak digagalkan oleh Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup?
Lalu tentang Dumbledore, J.K. Rowling telah mengeluarkan pernyataan resmi setelah buku ketujuh (terakhir) terbit, bahwa Dumbledore adalah gay. Saya menduga, pada buku pertama ini Rowling telah menyisipkan sedikit clue tentang hal tersebut, yaitu pada halaman 253. "Di Meja Tinggi, Dumbledore telah menukar topi runcingnya dengan topi berbunga-bunga dan sedang tertawa-tawa mendengar lelucon yang dibacakan Profesor Flitwick." Mungkin itu memang clue, mungkin juga cuma kalimat biasa dengan maksud lucu-lucuan, sekadar menggambarkan pribadi Profesor Dumbledore yang unik dan menyenangkan. Tapi bisa jadi, kan? Well, terlepas dari isu gay yang mungkin membuat beberapa penggemar Dumbledore kecewa, saya pribadi tetap menyukai Dumbledore dengan trademark janggut panjang dan kacamata bulan-separonya, terlebih lagi setelah apa yang ia lakukan di buku-buku selanjutnya (terutama di buku ke-6). I heart you, Albus Dumbledore. :')
Terakhir, ada bagian yang cukup mengganggu saya. Pada bab 4, yaitu ketika Hagrid begitu marah karena Mr. Dursley menghina Albus Dumbledore, sampai-sampai ia hilang kendali dan menyihir Dudley sehingga muncul ekor di bokongnya. Bahkan, Hagrid sebetulnya ingin mengubah Dudley jadi babi tapi gagal ("Maksudku mau ubah dia jadi babi, tapi kurasa dia sudah mirip sekali babi, tak banyak lagi yang bisa dilakukan." –halaman 79). Awalnya saya tertawa karena bagian ini lucu sekali. Tapi kemudian saya berpikir bahwa tindakan Hagrid tidaklah bijaksana, karena posisi Dudley saat itu tidak bersalah (terlepas dari betapa jahatnya ia pada Harry). Jika ada orang yang harus menerima ganjaran kemarahan Hagrid, maka orang itu haruslah Mr. Dursley yang jelas-jelas menghina Dumbledore. Saya senang karena adegan ini mengalami perbaikan setelah diangkat ke layar lebar, di mana Hagrid menumbuhkan ekor Dudley setelah bocah itu diam-diam mencuri kue ulang tahun yang Hargid hadiahkan buat Harry. Ini melegakan.
Sebenarnya masih banyak yang ingin saya bahas, tapi takutnya review ini (kalau bisa disebut review) malah akan jadi sangat panjang dan membosankan.
Terlepas dari bagian yang kurang saya sukai di atas, saya memberi 5 bintang untuk buku ini (setelah membaca ulang), padahal sebelumnya hanya 4 bintang. Yah, saya memang tak banyak membaca buku anak-anak sewaktu kecil, dan Harry Potter dan Batu Bertuah memang salah satu yang terbaik yang pernah saya baca. :)
Note: Postingan ini diikutkan pada reading event dan reading challenge berikut:
posting reviewnya bukannya pas tgl 28 ya mas?
BalasHapusOh, kalau review di blog kita bisa kapan saja, selama bulan yang ditentukan (misal: post review HP#1 di blog kita adl kapan saja selama bulan Januari, HP#2 bulan Febuari, dst). Jadwal post event Hotter Potter adalah jadwal post di blog-nya Mbak Melisa (sang host event ini). Untuk Harry Potter #1, kita submit review beserta link di blognya beliau pada tgl 28 Januari 2013. :)
Hapuscoba cek keterangan lebih lengkap di sini: surgabukuku.wordpress.com/2012/11/27/hotter-potter-event-master-post/
Wah kalo soal topi bunga-bunganya Dumbledore sih menurutku itu karena beliau eksentrik aja. Kalo gay pun nggak selalu harus demen barang2 yg "girly" kan ya? *cmiiw
BalasHapusI don't care if Dumbledore is gay or not, he's still a great character :D
Totally agree with you, Mel. :)
Hapus