Penulis : Valiant Budi & Windy Ariestanty
Penerbit : Gagas Media
Tahun Terbit : 2012 (Cetakan I)
Tebal : 332 Halaman
ISBN: 9789797805814
Harga: Rp. 53.000,-
Rate: 4/5
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gagas Duet terbaru persembahan Gagas Media kali ini, diberi judul Kāla Kālī*. Salah satu penulisnya, Windy Ariestanty, adalah penulis yang karyanya selalu saya nanti-nanti. Terakhir kali Windy menulis fiksi, adalah ketika ia berduet dengan Christian Simamora dalam novel dewasa berjudul Shit Happens. Kini, beliau kembali menulis fiksi setelah sebelumnya sukses menyentuh hati para pembacanya lewat buku nonfiksi berjudul Life Traveler.
Seperti buku-buku Gagas Duet yang sudah terbit sebelumnya, buku ini terdiri dari dua novela dengan kisah dan gaya bercerita berbeda, sesuai dengan ciri khas masing-masing penulisnya. Kisah pertama ditulis oleh Valiant Budi (yang biasa disapa Vabyo) berjudul: Ramalan dari Desa Emas. Berkisah tentang Keni, remaja perempuan yang ingin merayakan ulang tahunnya yang ke-18 dalam kesendirian, menjadikan Desa Sawarna** sebagai tempat untuk merayakannya. Keni yang awalnya sangat menikmati kedamaian desa Sawarna, mengalami kejadian yang membuatnya pingsan sewaktu menyusuri goa yang menjadi salah satu objek wisata di desa itu. Saat siuman, gadis itu mendapati dirinya dirawat di salah satu rumah nenek 'tukang obat' yang mempunyai cucu berkemampuan meramal, dan konon ramalannya selalu tepat. Betapa syoknya Keni ketika si bocah terus-terusan berkata bahwa Keni akan meninggal sebelum usianya mencapai angka delapan belas. Kemudian, kejadian-kejadian menyerempet maut pun mulai menghampiri Keni. Dapatkah Keni lepas dari ramalan (atau lebih tepatnya, kutukan) dari Desa Emas?
Saya sama sekali tak menduga bahwa kisah yang awalnya ceria, dengan diselingi humor-humor sarkastis ala Vabyo ini, akan berujung pada kisah petualangan misterius dan penuh kejutan-kejutan yang membuat jantung berdebar. Saya suka gaya menulis Vabyo, di mana ia bisa menemukan hal-hal untuk ditertawakan dalam setiap peristiwa sedih. Sudah menjadi ciri khas Vabyo, kisah ini penuh dengan twist yang cukup mengejutkan, walau jujur saja, saya kurang begitu suka sama endingnya. Hehe.
Kisah kedua, Bukan Cerita Cinta, ditulis oleh Windy Ariestanty. Berkisah tentang Bumi, seorang editor yang berteman dekat dengan penulis bernama Akshara. Akshara sering bercerita tentang kisah cintanya kepada Bumi. Namun, Bumi dengan terang-terangan menyebut bahwa perempuan itu tak benar-benar jatuh cinta pada pacar terbarunya. Demi membuktikan bahwa pernyataan Bumi keliru, Akshara mengajukan tantangan: dalam waktu empat bulan ke depan, yaitu bertepatan dengan ulang tahunnya, Akshara akan masih tetap bersama dengan kekasihnya, dan Bumi harus datang ke acara ulang tahunnya bersama dengan kekasihnya sendiri (saai itu Bumi sedang tidak memiliki pacar). Merasa tantangan dari Akshara telah menyentuh egonya, Bumi pun menyetuju tantangan tersebut. Apa alasan Bumi sehingga ia dengan penuh percaya diri berkata bahwa Akshara tidak benar-benar mencintai kekasihnya? Lalu siapakah perempuan yang akan dipacari Bumi demi memenuhi tantangan itu?
Kisah ini berkebalikan dengan kisah yang ditulis Vabyo dalam Ramalan dari Desa Emas yang tegang dan bertempo cepat. ‘Menyantap’ Bukan Cerita Cinta memang tak disarankan untuk terburu-buru. Sebagai penulis yang mengaku “menulis fiksi itu susah sekali”, kita justru akan menemukan kalimat-kalimat yang dirangkai dengan begitu memikat oleh Windy, sampai-sampai saya butuh banyak sekali post it untuk menandai halaman-halaman buku ini. Tak hanya itu, percakapan antar tokoh terkait dengan penggunaan kata baku dan tak baku yang biasanya membosankan untuk dibahas, menjadi sangat menarik disimak. Lewat kisah ini, kita akan menemukan beberapa kesamaan Bumi dengan Windy (menurut saya): Mereka sama-sama editor, dan sama-sama suka membaca kamus (mengapa kamus? Baca saja bukunya yah, hehe). Tokoh lain yang mencuri perhatian saya adalah Koma, yang menggemari fotografi, membuat saya makin mengerti tentang keasyikan mengabadikan kehidupan lewat jepretan kamera. Well, walau ceritanya terkesan datar dengan konflik yang tak terlalu rumit, saya sangat menyukai kisah ini. Ciri khas Windy adalah tulisan-tulisannya yang selalu menghangatkan hati. :')
Bagi pembaca yang menyukai kisah misteri dan petualangan, Ramalam dari Desa Emas mungkin akan lebih disukai. Sedangkan bagi yang menyukai kisah romantis dan heartwarming (saya salah satunya) bisa jadi lebih menyukai Bukan Cerita Cinta. Terlepas dari kisah mana pun yang lebih disukai pembaca, duet Valiant Budi dan Windy Ariestanty ini perlu mendapat acungan jempol. Salut buat kedua penulis ini. Dan, tentu saja, saya sangat menanti karya-karya mereka selanjutnya.
4/5 bintang untuk Kāla Kālī.
---o---
*) Tentang Kāla Kālī: “Kālī yang merupakan salah satu dewi dalam kepercayaan Hindu ini berasal dari Kāla—nama panggilan Shiva, Dewa Kematian. Kāla sendiri juga bisa berarti waktu yang abadi atau gelap. Karena Shiva yang dipanggil Kāla adalah sisi maskulin, maka Kāli—yang merupakan sisi feminin—juga merupakan entitas dari ‘waktu’, ‘sesuatu yang melampaui waktu’, dan ‘kematian.’ Selain itu Kāli juga dianggap sebagai dewi dari perubahan.” (sumber: http://windy-ariestanty.tumblr.com/post/29043057661/k-la-k-l-mengganjilkan-yang-genap)
**) Kata Sawarna (berasal dari kata ‘Suarna’ yang berarti ‘emas’) sepintas mirip dengan Shawarma (semacam kebab), mengingatkan saya pada adegan dalam film The Avengers. Go watch The Avengers after-credits scene where Tony gets his wish. ;)
Book Review: Kāla Kālī - Valiant Budi & Windy Ariestanty
by @vaan_11
by @vaan_11
suka tulisa vabyo, buku ini sepertinya menarik :)
BalasHapusSaya juga suka cara bertuturnya yang penuh humor, Mbak. :)
Hapuslagi baca buku inii ^^ awalnya takut krn di GR banyak yg kasi review jelek; tp sejauh ini ckup menyenangkan sih :D
BalasHapusgreat review! ;)))
Trims. Ditunggu reviu Kala Kali versi Stefanie Sugia. ;)
Hapusbuku ini emang enak dibaca walau ada beberapa yg ngasih review jelek. Tapi aku penasaran setelah baca sedikit review di belakang bukunya.
BalasHapusDan tidak mengecewakan,,,
Sangat suka gaya bahasa Windy ... Aku sangat suka bagian yg ditulis Windy . benar2 keliatan kelasnya sebagai penulis papan atas. Untuk bagian yg ditulis vabyo karena aku adalah salah 1 follower nya gaya bahasanya sama dengan buku 1001 mimpi kocak menghibur dng akhir yg tidak biasa
BalasHapus