Penulis: Jodi Picoult
Penerjemah: Hetih Rusli
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007
Tebal: 528 hlm.
ISBN: 9789792233995
Rating: 3/5
Sinopsis:
Beberapa jam setelah Anna lahir, ia sudah menyumbangkan sel darah tali pusat untuk kakaknya, Kate. Setelah itu Anna menjalani puluhan operasi, transfusi darah, dan suntikan agar Kate bisa melawan leukemia yang sudah dideritanya sejak kanak-kanak. Memang, untuk tujuan menyelamatkan hidup Kate-lah, Anna dilahirkan. Dan saat ini, ibunya meminta Anna menyumbangkan ginjalnya untuk Kate yang nyaris sekarat.
Menginjak usia remaja, Anna kini mulai berani mempertanyakan tujuan hidupnya.... Sampai kapan dia harus terus menjadi penyuplai kebutuhan kakaknya? Hingga akhirnya dia mengambil keputusan untuk menggugat orangtuanya agar memperoleh hak atas tubuhnya sendiri. Keputusan yang membuat keluarganya terpecah dan mungkin berakibat fatal untuk kakak yang teramat disayanginya....
Jika kau menggunakan cara yang salah secara moral untuk menyelamatkan hidup anakmu, apakah itu menjadikanmu ibu yang buruk?
Anna Fitzgerald, 13 tahun, menggugat orang tuanya atas hak medis terhadap tubuhnya sendiri. Selama bertahun-tahun Anna menjadi pendonor tunggal bagi Kate, kakaknya perempuannya yang menderita sejenis leukemia langka sejak masih kanak-kanak.
Kate pertama kali didiagnosis menderita leukemia APL pada umur dua tahun. Untuk menjaga Kate tetap hidup, dibutuhkan pendonor (darah dan sumsum tulang belakang) yang memiliki kesamaan genetik sempurna dengan Kate. Sayangnya baik orang tua maupun kakak laki-laki Kate tidak bisa menjadi pendonor sebab tidak memiliki tingkat kecocokan yang tinggi. Berkat kemajuan ilmu kedokteran, maka ‘dibuatlah’ Anna, anak ketiga yang bakal menjadi pendonor sempurna bagi Kate. Seberapa jam setelah lahir, Anna sudah mendonorkan tali pusarnya untuk Kate. Setelah itu Anna menjadi pendonor tetap bagi kate, menjalani puluhan suntikan untuk pengambilan sumsum tulang belakang, dan juga menjalani berkali-kali transfusi darah.
Kini, darah dan sumsum tulang belakang Anna saja tidak cukup, sebab berbagai pengobatan yang dijalani Kate akhirnya membuat ginjalnya tak lagi berfungsi dengan baik. Seperti yang sudah-sudah, kali ini Anna diminta untuk menyerahkan ginjalnya. Di luar dugaan, gadis itu menolak. Anna yang sudah beranjak remaja mulai mempertanyakan eksistensinya di dunia. Sampai kapan ia harus hidup seperti ini? Sampai kapan ia harus menjadi penyelamat kakaknya? Jika Kate tidak pernah sakit, apakah ia takkan pernah ada di dunia ini? Dan kalau kate meninggal, apakah itu berarti ia sudah tidak dibutuhkan lagi?
Keputusan Anna untuk menggugat orang tuanya sepertinya cukup beralasan, karena gadis itu tidak mau terus-terusan merasa sakit gara-gara Kate, meskipun ia amat menyayangi kakaknya itu. Di sisi lain, keputusan Anna bisa membuat keluarganya terpecah, bahkan membahayakan nyawa kakaknya. Benarkah itu yang Anna inginkan?
Cari tahu kelanjutan drama keluarga ini dalam My Sister’s Keeper.
***
Cerita novel ini cukup berat, mengangkat tema tentang moral dan etika. Sesuatu yang dianggap benar bisa saja salah, dan hal yang selama ini dianggap salah mungkin adalah kebenaran bagi orang lain. Membaca buku ini persaan saya campur aduk. Diceritakan dari berbagai sudut pandang para tokoh, kita jadi mengetahui apa yang mereka pikirkan dan rasakan ketika Anna mengajukan gugatan hukum atas tubuhnya sendiri. Kita diajak untuk melihat persoalan dari berbagai sudut agar tidak buru-buru menghakimi. Saya yakin itu salah satu yang ingin penulis sampaikan lewat novel ini, bahwa terkadang segala sesuatu tidak seperti yang terlihat.
Yang cukup mengganggu saya adalah banyaknya detail cerita yang tidak terlalu penting, seperti kisah masa lalu Champbell (pengacara Anna) dan Julia (wali ad litem Anna, orang yang terlatih untuk bekerja bersama anak-anak di pengadilan keluarga, yang menentukan apa yang terbaik bagi anak itu. –hlm. 35). Atau ketika Julia mendatangi bar gay untuk sekadar curhat pada seorang bartender di sana, jika bagian ini dihilangkan tak akan mengganggu jalan cerita buku ini sama sekali. Lagi pula, konflik utama harusnya ada pada keluarga Fitzgerald kan?
Sebetulnya saya bukan pembaca yang menyukai cerita dengan banyak sudut pandang, tapi karena demi kepentingan cerita, juga terkait dengan tema yang diangkat penulis, maka untuk novel ini hal tersebut bisa saya maklumi. Hanya saja, penulis terlalu sering menyisipkan potongan kilas balik/masa lalu masing-masing tokoh—bahkan di tengah-tengah percakapan sekalipun, penulis gemar menyisipkan potongan kilas balik-kilas balik tersebut, sehingga bisa membingungkan pembaca. Yeah, mungkin bagus juga untuk melatih konsentrasi para pembaca, haha.
Saya khawatir berikut ini bakal jadi spoiler bagi yang belum membaca bukunya, jadi silakan diabaikan:
Ending kisah ini sangat tidak terduga. Ya, saya sampai menahan napas saking terkejutnya. Beberapa orang mungkin bakal menyukai ending novel ini, karena dirasa sangat pas. Tapi saya sendiri sangat benci endingnya. Entahlah… saya merasa seperti dikhianati setelah berkutat dengan lembar-lembar buku ini, membacanya dengan penuh perhatian, bahkan rela tidak bermain DoTa gara-gara sudah terikat pada ceritanya. Jujur saya kecewa.
Walau begitu, banyak hikmah yang bisa kita petik dari kisah My Sister’s Keeper. Juga, buku ini menambah wawasan kita tentang penyakit leukemia APL. Penulis memang melakukan riset yang serius. Bagi pembaca yang suka drama keluarga, buku ini pilihan yang pas.
***
Aku cuma pernah nonton filmnya, bukunya sendiri dianggurin di rak (blm mood mbaca). Endingnya kenapa emang? Sama kan ya kayak di filmnya?
BalasHapusEnding di film sangat berdeda dengan dengan bukunya. Kira-kira Oky bisa nebak nggak? :)
Hapussaya lagi nyari Novel itu, tapi sekarang sudah tidak ada di toko buku. saya baru nonton film-nya. novel itunya mau di jual gak mas?
Hapussaya lagi nyari Novel itu, tapi sekarang sudah tidak ada di toko buku. saya baru nonton film-nya. novel itunya mau di jual gak mas?
HapusEndingnya beda sekali. Kalau versi film Kate yg meninggal, tpi versi novel Anna yg meninggal. Novelnya much better drpd filmnya
HapusENDING fi gilm dengan di buku sangat beda, saya sendiri kecewa dengan filmnya. padahal yang saya tunggu2 adalah Ending yang menguras air mata itu. ini novel yang sangat menempel di hati saya
Hapuswah, banyak filler-nya ya. Mungkin adanya filler itu untuk... mengistirahatkan pembaca agar bisa "rileks" sejenak karena disuguhi sesuatu yang "berat" hehe
BalasHapusHoo... namanya filler ya? Jadi ingat anime Naruto yang banyak episode filler-nya. Yah, kurang lebih seperti itulah. Masalahnya (menurutku) hal itu mengganggu jalan cerita karena kebanyakan. Padahal aku pengeeeen banget kasus Anna segera disidangkan, biar segera tahu hasilnya. Hehe.
HapusSalam kenal, btw.
wah... cepatnya baca Kakakku Penjaga Gawangnya... Hihihi...
BalasHapusaku juga udah selesai baca buku ini tapi entah kenapa males banget bikin reviewnya. Mungkin karena nggak sreg sama endingnya yang maksa banget itu... :'(
Iyah, akhirnya kelar juga baca Kakakku Penjaga Gawang (walau sebenarnya dalam novel ini Anna-lah yang menjadi penjaga gawang tim hockey-nya. Wakakak.)
HapusSudah nonton filmnya? Menurutku ending di film lebih bagus. Sesuai harapan. :)
saya setuju dgn soal endingnya.. udah capek2 baca, endingnya kayak gitu =_=
BalasHapustapi overall ceritanya bagus dan saya suka sama semua karakternya serta alasan kenapa si anak itu minta kebebasan medis, ngasih buku ini 5/5 di goodreads :D
Siiip. Kalo saya filmnya yang dapet 5/5 bintang. :D
Hapusjordan femme
BalasHapusmichael kors outlet
gucci handbags
oakley sunglasses
timberland outlet
pandora jewelry
ugg boots
cheap jordans
louis vuitton
chenlina20161011
this pagepop over to this site Check This Outhelpful resources this websitevisit the website
BalasHapusp2g78d4c30 i3x68p8t79 t0x49p2t26 v6q12c6u31 v3g65y9h69 e9y34g3u95
BalasHapusk7f64i1s20 e6u30m6y76 r8m23r2o28 o8c87v6n17 s9o51h2f98 p4p53o2e05
BalasHapus