Judul: The Journeys: Kisah Perjalanan Para Pencerita
Penulis: Adhitya Mulya, Okke 'Sepatumerah', Raditya Dika, Trinity, Windy Ariestanty, Valiant Budi, Winna Efendi, Ve Handojo, Alexander Thian, Farida Susanty, Ferdiriva Hamzah, Gama Harjono
Penerbit: Gagas Media
Tahun Terbit: 2011
Tebal: 254 Halaman
ISBN: 9789797804817
Harga: Rp. 48.500,-
Rating: 3/5
Bela-belain membaca ulang buku ini sambil menunggu pesanan buku kedua datang. :)
Seingat saya, alasan membeli buku ini nggak melulu karena saya suka jalan-jalan (walau itu salah satunya), tapi karena saya membaca nama Windy Ariestanty dan Raditya Dika pada deretan nama para penulisnya.
The Journeys: Kisah Perjalanan Para Pencerita, berisi 12 cerita dari 12 orang yang kebetulan sudah malang melintang di dunia tulis-menulis, baik fiksi maupun nonfiksi. Sebelum membaca kisah perjalanan para penulis, kita akan menemukan kata pengantar dari Gagasmedia yang diwakili oleh Windy Ariestanty. Kalimat pembukanya sungguh manis, "Hal paling menarik dari melakukan perjalanan adalah menemukan." Di lembar berikutnya adalah daftar isi. Yang menarik, alih-alih membuat daftar isi biasa, buku ini menampilkan peta dunia dengan titik-titik lokasi yang nantinya akan diceritakan para penulis, diberi keterangan judul cerita, nama penulis, kemudian halaman—kecuali satu penulis, tak memiliki titik di bagian peta mana pun, karena ternyata ia tidak bercerita tentang lokasi yang dikunjunginya tapi tentang pengalamannya melakukan travelling gratis bersama berbagai orang dari berbagai media, dengan tingkah pola mereka yang terkadang (ralat, sering!) bikin malu. :D
Para penulis buku ini sebagian besar ingin berbagi pengalaman travellingnya di luar negeri (bisa dilihat di peta dunia tadi), hanya dua penulis yang berita tentang lokasi wisata di Indonesia. Buku ini berkisah tentang reuni di Andalusia bersama teman-teman semasa kuliah; tentang pengalaman romantis di suatu pagi di Lucerne; tentang kunjungan bersama keluarga di salah satu desa di Cina; tentang pengalaman berharga saat menunjungi (semacam) rumah sakit jiwa di Singapura; tentang perhatian dan rasa khawatir seorang ibu yang kelewat berlebihan saat anaknya berkunjung ke Belanda; tentang 'berburu parfum' di tanah suci; tentang hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan saat berkunjung di lokasi tertentu di Indonesia; dan cerita-cerita lainnya.
Karena buku ini ditulis oleh 12 orang yang berbeda, maka kita akan menemukan gaya penulisan yang beda-beda pula. Tak semuanya menarik, menurut saya. Ada kisah yang dituturkan dengan membosankan, membuat saya ingin melewatkan saja ceritanya, walau pada akhirnya hal itu tidak saya lakukan, dan memilih tetap membaca bukunya secara utuh. Untungnya, hanya dua-tiga cerita saja yang begitu. Selebihnya tetap menarik kok. Membuat saya ingin berkunjung ke negara yang diceritakan sang penulis, walau saya tak tahu kapan pastinya impian tersebut akan terwujud, karena kenyataannya, hingga detik ini saya belum pernah melakukan travelling ke luar negeri sama sekali. *curcol*
Beberapa cerita yang saya sukai di antaranya adalah cerita dari Winna Effeni. Ia seolah-olah menulis email pribadi buat kamu, buat saya, buat siapa pun yang membacanya—menceritakan kunjungannya di sebuah desa kecil bernama Air (jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia), membuat kita merasa sangat akrab dengan penulis. Juga, deskripsi tempat-tempat yang Winna kunjungi sangat detail dan mengundang rasa ingin tahu, membuat kita ingin melihat sendiri tempat tersebut; Selanjutnya adalah Windy Ariestanty, yang mengalami salah satu pagi yang romantis di sudut kota Lucerne, Swiss. Saya terbawa suasana romantis kota Lucerne yang dituturkan dengan sangat memesona oleh Mbak Windy. Jujur, Lucerne akhirnya menjadi salah satu tempat yang ingin saya kunjungi, kelak. Cerita favorit saya berikutnya adalah kisah yang tulis oleh Raditya Dika dan Valiant Budi. Tulisan mereka berdua sukses membuat saya senyum-senyum kayak orang gila. Ah, kalaupun misalnya disangka gila betulan, saya mau deh, dirawat di RSJ di Singapura yang dikisahkan oleh Farida Susanty, hehehe.
Buat saya yang tak pernah travelling ke luar negeri, kisah-kisah yang diceritakan para penulis dalam buku ini cukup membuat saya merasa melakukan travelling tersebut bersama mereka, walau hanya sebatas imajinasi. Oh ya, hampir lupa. Kisah Alexander Thian saat berkunjung ke Karimujawa sangat menarik minat saya. Harusnya Mei ini saya ke sana, sayangnya rencana tersebut batal karena bentrok dengan kegiatan lain yang nggak ada hubungannya dengan jalan-jalan. Ah...
3/5 bintang, karena selain ada cerita yang ugh... membosankan, foto-foto dalam buku ini kadang terlalu kecil, bahkan ada yang tidak berwarna. Kurang puas dong, pastinya.
Owh, Vaan
BalasHapusBeruntungnya diriku yg sudah mencicipi beningnya air laut Karimunjawa dan 2 kali jalan2 ke LN. Ayoooo dongg, jangan cuma baca doang. Buktikan kau bisa *meletup lagi* :D
Ugh... komen yang menyayat hatikuuu (baca: bikin iri) >.<
HapusDua kali itu kemana aja? :D
hahaha... Dua kalinya hanya sekitar asia aja kok. Negeri singa 2 x n KL sekali. Lagi mau ke Genting Highland nih. Ikut nyookkk!!??
HapusPengen yg lebih jauh dr asia, ga mampu visanya *kejer* . Pengen ke Irlandiaaaaaaa..... Hiks...
Hehehe. Mauuu. Tapi sampe detik ini blom punya paspor. T.T
Hapus